Istilah miskin kemakmuran mengacu pada kondisi di mana individu atau kelompok masyarakat tidak hanya kekurangan secara materi, tetapi juga tidak memiliki akses terhadap kualitas hidup yang seharusnya mereka nikmati dalam sistem sosial dan ekonomi yang adil. Meskipun negara atau wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, masih banyak masyarakat yang tertinggal dan tidak ikut merasakan manfaat dari pembangunan tersebut.
Miskin kemakmuran adalah bentuk kemiskinan struktural yang menggambarkan ketimpangan distribusi kekayaan dan kesempatan, serta tidak meratanya akses terhadap layanan publik yang mendasar.
Apa Itu Miskin Kemakmuran?
Miskin kemakmuran bukan sekadar kondisi miskin secara finansial, tetapi merupakan keadaan di mana seseorang hidup dalam sistem yang makmur, namun tetap tidak bisa menikmati hasil kemajuan tersebut. Orang-orang dalam kategori ini seringkali:
- Memiliki penghasilan yang stagnan meski biaya hidup terus naik
- Tinggal di wilayah tertinggal di tengah kota yang maju
- Tidak menikmati akses pendidikan, kesehatan, dan teknologi setara
- Merasa terpinggirkan dalam sistem sosial dan ekonomi
Ciri-Ciri Miskin Kemakmuran
- Tidak ikut menikmati pertumbuhan ekonomi nasional atau daerah
- Tertinggal dari perkembangan teknologi dan digitalisasi
- Tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan publik
- Merasa tidak punya kontrol atas masa depan ekonomi dan sosialnya
- Sering dianggap “biasa-biasa saja” padahal tertinggal secara sistemik
Penyebab Miskin Kemakmuran
- Ketimpangan distribusi kekayaan
Kekayaan nasional sering kali hanya berputar di kalangan atas, sementara kelas menengah bawah stagnan atau mundur. - Pembangunan yang tidak merata
Daerah perkotaan berkembang pesat, sementara daerah pedesaan atau pinggiran tetap tertinggal. - Kesenjangan akses pendidikan dan teknologi
Tanpa keterampilan dan pengetahuan yang memadai, masyarakat miskin kemakmuran semakin terpinggirkan. - Minimnya keterlibatan dalam kebijakan publik
Suara mereka jarang terdengar dalam perumusan kebijakan, sehingga kebutuhan mereka tidak terakomodasi.
Dampak Sosial Miskin Kemakmuran
🔴 Kecemburuan sosial
Melihat ketimpangan yang mencolok dapat memicu ketidakpuasan sosial dan konflik horizontal.
🔴 Ketidakstabilan ekonomi keluarga
Meski tampak bekerja, banyak keluarga yang tetap hidup “pas-pasan” tanpa tabungan atau aset produktif.
🔴 Generasi muda tanpa prospek jelas
Anak-anak tumbuh dengan akses terbatas, sementara dunia terus bergerak maju.
🔴 Menurunnya kepercayaan terhadap negara dan institusi
Ketika masyarakat merasa ditinggalkan, kepercayaan publik menurun drastis.
Mengatasi Miskin Kemakmuran
✅ Pemerataan akses infrastruktur dan layanan dasar
Semua daerah dan lapisan masyarakat harus mendapat layanan pendidikan, kesehatan, transportasi, dan internet yang setara.
✅ Reformasi sistem subsidi dan bantuan sosial
Pastikan yang paling membutuhkan benar-benar menerima dukungan, bukan yang sudah sejahtera.
✅ Pemberdayaan ekonomi lokal dan UMKM
Berikan pelatihan, akses permodalan, dan pendampingan bagi pelaku usaha kecil dan sektor informal.
✅ Inklusi digital dan literasi teknologi
Agar masyarakat tidak tertinggal di era transformasi digital, pemerintah dan swasta perlu memperluas jangkauan edukasi teknologi.
✅ Keterlibatan komunitas dalam kebijakan pembangunan
Masyarakat lokal harus diberi ruang untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan.
Kesimpulan
Miskin kemakmuran adalah tantangan nyata di tengah dunia yang terus berkembang. Ketika hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati hasil pembangunan, sementara yang lain tetap tertinggal, artinya kita belum benar-benar makmur sebagai bangsa.
Kemajuan tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang. Keadilan sosial dan pemerataan peluang adalah kunci agar setiap warga negara, tanpa terkecuali, bisa tumbuh dan sejahtera bersama.
Peran Pendidikan dan Inklusi Sosial dalam Mengatasi Miskin Kemakmuran
Salah satu cara paling strategis untuk mengatasi miskin kemakmuran adalah melalui pendidikan yang inklusif dan berkualitas. Pendidikan tidak hanya membuka akses terhadap pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan hak-hak sosial dan ekonomi. Sayangnya, masih banyak kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses ke pendidikan memadai—baik karena biaya, lokasi, atau minimnya infrastruktur.
Selain itu, inklusi sosial harus diperkuat. Ini mencakup pemberdayaan kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan penduduk desa terpencil agar mereka dilibatkan dalam proses pembangunan. Mereka perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut lingkungan hidup mereka, agar hasil pembangunan terasa adil dan merata.
Inklusi tidak berhenti pada aspek ekonomi saja, tetapi juga mencakup pengakuan budaya, bahasa, dan identitas lokal. Ketika masyarakat merasa dihargai dan diikutsertakan, mereka lebih berdaya dan mampu berkembang secara mandiri. Dengan kata lain, mengatasi miskin kemakmuran bukan hanya soal membagi kekayaan, tetapi juga tentang memperluas akses, memperkuat kapasitas, dan membangun kesetaraan secara menyeluruh.